Bimbingan Sakaratul Maut bagi Klien Muslim


Bimbingan Sakaratul Maut Bagi Klien Muslim
Katakanlah: “Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Allah S.W.T, kamu akan dikembalikan. (As-Sajdah:11).
Berpuluh tahun yang lalu, waktu itu kita masih dalam rahim ibunda, kemudian terlahir menjadi bayi mungil yang menggemaskan, lalu tumbuh menjadi balita yang lucu, dilanjutkan dengan menjadi anak-anak, kemudian remaja dan jadilah seperti sekarang yaitu menjadi dewasa, menjadi orang tua anak-anaknya ataupun sudah mempunyai cucu, dan akhirnya meninggal.

Karena ajal memang tak pernah memilih kita sudah tua atau muda. Dan kebanyakan dari manusia melupakan akan datangnya kematian, mereka lupa kalau ajal selalu mengintai di manapun mereka berada terlalu sibuk dengan keinginan-keinginan yang belum kita capai. Sampai-sampai kita lupa bahwa kematian sudah didepan mata. Dan saat-saat ketika sakaratul maut itu datang menghampiri barulah ia sadar betapa kehidupan di dunia amatlah singkat. Tinggallah kini menunggu kedatangan malaikat maut dan merasakan betapa tersiksa dan sakitnya saat sakaratul maut. Sakit yang tak dapat dikira karena amat terasa sakitnya.
Sebagian ulama menegaskan bahwa rasa sakit pada sakaratul maut hanya diketahui hakikatnya oleh orang yang sudah merasakannya. Orang yang belum merasakannya tentu hanya bisa mengetahuinya dari mulut ke mulut. Rasa sakit pada sakaratul maut langsung menghunjam ruh itu sendiri sehingga menerobos seluruh organ-organ tubuhnya, seluruh jaringan sarafnya, seluruh urat-urat di tubuhnya, bahkan juga seluruh persendian tubuhnya, hingga merambati akar rambut dan kulit dari atas kepala hingga ujung kaki.
Imam Ghozali berpendapat : “Rasa sakit yang dirasakan selama sakaratul maut menghujam jiwa dan menyebar ke seluruh anggota tubuh sehingga bagian orang yang sedang sekarat merasakan dirinya ditarik-tarik dan dicerabut dari setiap urat nadi, urat syaraf, persendian, dari setiap akar rambut dan kulit kepala hingga kaki”.

Upaya-upaya yang harus dilakukan oleh perawat muslim terhadap klien muslim yang sedang menjelang sakaratul maut:

1. Membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT.
Pada sakaratul maut perawat harus membimbing agar berbaik sangka kepada Allah SWT. selanjutnya Allah berfirman dalam hadist qudsi ”Aku ada pada sangka-sangka hambaku, oleh karena itu bersangkalah kepadaKu dengan sangkaaan yang baik”. Hal ini menunjukkan bahwa kebaikan apapun jua berada ditangannya.
2. membimbing dengan Kalimat Laailahaillallah.
Perawat muslim dalam membimbing kalimat laailahaillallah dapat dilakukan pada pasien terminal menjelang ajalnya terutama saat pasien akan melepaskan nafasnya yang terakhir. Gambaran ciri-ciri pokok pasien yang akan melepaskan nafas terakhirnya, yaitu :
1. penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang dimulai pada anggota gerak paling ujung khususnya pada ujung kaki, tangan, ujung hidung yang terasa dingin dan lembab,
2. kulit nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat.
3. Nadi mulai tak teratur, lemah dan pucat.
4. Terdengar suara mendengkur disertai gejala nafas cyene stokes.
5. Menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri bila ada biasanya menjadi hilang.
Dalam keadaan yang seperti itu peran perawat disamping memenuhi kebutuhan fisiknya juga harus memenuhi kebutuhan spiritual pasien muslim agar diupayakan meninggal dalam keadaan Husnul Khatimah. Perawat membimbing pasien dengan mentalkinkan (membimbing dengan melafalkan secara berulang-ulang), sebagaimana Rasulullah mengajarkan dalam Hadist Riwayat Muslim “Talkinkanlah olehmu orang yang mati diantara kami dengan kalimat Laailahaillallah karena sesungguhnya seseorang yang mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya maka itulah bekalnya sesungguhnya seseorang yang mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya maka itulah bekalnya menuju surga” Selanjutnya Umar Bin Ktahab berkata “Hindarilah orang yang mati diantara kami dan dzikirkanlah mereka dengan ucapan Laailahaillahllah, maka sesungguhnya mereka (orang yang meninggal) melihat apa yang tidak bisa, kamu lihat”. Para ulama berpendapat,” Apabila telah membimbing orang yang akan meninggal dengan satu bacaan talqin, maka jangan diulangi lagi. Kecuali apabila ia berbicara dengan bacaan-bacaan atau materi pembicaraan lain. Setelah itu barulah diulang kembali, agar bacaan La Ilaha Illallha menjadi ucapan terakhir ketika menghadapi kematian. Para ulama mengarahkan pada pentingnya menjenguk orang sakaratul maut, untuk mengingatkan, mengasihi, menutup kedua matanya dan memberikan hak-haknya.” (Syarhu An-nawawi Ala Shahih Muslim : 6/458)
3. Berbicara yang Baik dan Do´a untuk jenazah ketika menutupkan matanya.
Di samping berusaha memberikan sentuhan perawat muslim perlu berkomunikasi terapeutik, antara lain diriwayatkan oleh Imam Muslim Rasulullah SAW bersabda ”Bila kamu datang mengunjungi orang sakit atau orang mati, hendaklah kami berbicara yang baik karena sesungguhnya malaikat mengaminkan terhadap apa yang kamu ucapkan”. Berdasarkan hal diatas perawat harus berupaya memberikan suport mental agar pasien merasa yakin bahwa Allah Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat hambanya, mendo’akan dan menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas, dari jasadnya.
4. Membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut
“Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut tersebut dengan air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga untuk membasahi bibirnya dengan kapas yg telah diberi air. Karena bisa saja kerongkongannya kering karena rasa sakit yang menderanya, sehingga sulit untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat meredam rasa sakit yang dialami orang yang mengalami sakaratul maut, sehingga hal itu dapat mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat.” (Al-Mughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah)
5. Menghadapkan orang yang sakaratul maut ke arah kiblat
Kemudian disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah sakaratul maut kearah kiblat. Sebenarnya ketentuan ini tidak mendapatkan penegasan dari hadits Rasulullah Saw., hanya saja dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa para salafus shalih melakukan hal tersebut.

sumber : internet dan wikipedia